Senin, 16 November 2015

REVIEW NOVEL TOKYO TOWER BY LILY FRANKY

sumber: jepret and ngedit endiri
TOKYO TOWER
-LILY FRANKY-

Bagi kalian yang suka dengan cerita ringan dan dekat sama kehidupan kalian, ini nih cocok banget. Walau diliat dari jumlah halaman sebanyak 396 tidak bisa dibilang ringan, tapi karena ceritanya mudah dicerna jadi gak berasa udah baca berlembar-lembar. Dalam novel ini aku bisa melihat gambaran umum bagaimana kehidupan keluarga di Jepang. Mungkin kebanyakan dari kita saat dengar Jepang pasti terbayang hirup pikuk perkotaan di mana banyak orang-orang berseliwuran asyik dengan pekerjaan mereka. Tapi saat baca novel ini yang aku rasain sih adem nggak banyak konflik-konflik yang bikin kita meras otak buat mikir atau mencerna ceritanya.

Novel berjudulkan Tokyo Tower ini bukan novel yang berceritakan tentang siapa yang membangun Tokyo Tower atau bagaimana Tokyo Tower dibangun?. Tapi dalam novel ini, Tokyo Tower dijadikan sebagai poros kehidupan atau saksi bisu dari perjuangan hidup masyarakat di Jepang, termasuk keluarga Masaya. Baiklah mari masuk ke bagian ulasan yang aku buat dengan daya ingatku yang buram ini.

Kutipan 1 halaman 43:
“Namun, di Tokyo, orang yang hanya dapat membeli kebutuhan pokok termasuk dalam golongan orang miskin. Di Tokyo berlaku aturan, jika memiliki barang kebutuhan yang sedikit berlebih, dianggap orang biasa. Namun, jika sudah memiliki barang yang melampaui kebutuhan, maka itu disebut orang yang mampu.”

Kehidupan tokoh pria bernama Masaya dari kecil sampai dewasa akan menjadi cerita utama yang kita baca dalam novel ini. Seperti taglinenya “Antara Aku, Ibu dan Terkadang Ayah”, semua mengambil sudut pandang cerita dari Masaya. Tapi menurutku perlu ditambah “tidak sedikit temanku juga” (sorry main ngerubah-ngerubah segala). Tapi itu tepat banget dari prespektifku. Teman-teman yang diceritakan Masaya juga ikut andil dalam menambah warna kehidupan Masaya.

Kutipan 2 halaman Page 69
“Satu hari maupun satu tahun dalam kehidupan anak kecil begitu berwarna. Dari satu titik ke titik lainnya, setiap momen diisi dengan berbagai hal dan dilakukan dalam waktu yang berlalu dengan cepat. Hal itu karena anak kecil memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi dan tidak mengenal penyesalan. “waktu yang terlewatkan begitu saja” tidak ada dalam kamus mereka.”

Di seluruh dunia ini baik orang hebat, orang sukses, orang kaya, orang cerdas dan sebagainya pasti berawal dari sebuah keluarga. Tetapi masing-masing punya ceritanya sendiri, ada yang mengalami kehidupan keluarga yang bahagia, tidak bahagia bahkan kehidupan keluarga yang terkadang dirasa berbeda dengan orang lain, janggal atau bahkan terasa aneh. Masaya, anak laki-laki, yang banyak menghabiskan waktunya dengan ibunya. Karena memang ibunyalah yang lebih berperan dalam pengasuhan Masaya. Dengan alasan yang belum dimengerti Masaya kecil, orang tuanya hidup berpisah. Di mana disadarinya sejak kecil bahwa hal itu berbeda dengan kehidupan keluarga yang ada di sekitarnya. Di masa kanak-kanaknya, Masaya harus pindah-pindah tempat tinggal karena mengikuti ibunya. Ibunya digambarkan sebagai sosok wanita yang kuat, baik dan tidak mau merepotkan orang lain bahkan keluarganya sendiri. Masaya pernah tinggal di rumah nenek, nenek dari pihak ibu, setelah pindah dari rumah nenek dari pihak ayah. Kemudian Masaya pernah tinggal di rumah sewaan bekas rumah sakit yang tidak terpakai lagi. Hubungan dengan sang ayah terasa kurang harmonis dan hangat
Meskipun kehidupan dalam keluarga terkesan sulit, tapi Masaya menjalani kehidupan yang normal dalam sekolah dan pertemanannya. Sampai pada saat Masaya memasuki masa perkuliahan, ia mantap memutuskan untuk kuliah di perguruan tinggi di Tokyo. Menjalani kehidupan yang mandiri tanpa bergantung dengan ibunya. Dengan impian menjadi sukses, Masaya harus meninggalkan ibunya di desa. Tapi itu hanyalah semangat sementara, Masaya terbawa arus kehidupan Tokyo yang begitu hiruk pikuk. Di masa setelah kelulusan Masaya, ia masih harus membebani ibunya dengan meminta kiriman-kiriman uang karena belum mendapatkan pekerjaan yang cocok baginya. Tapi ibunya yang baik terus melakukan yang terbaik bagi Masaya.

Kutipan 3 halaman 221
“Dulu aku tidak benar-benar menjalani pekerjaanku sehingga kehidupanku pun seperti itu adanya. Segala yang dilakukan dengan sungguh-sungguh akan menghasilkan energi yang besar.”

Kondisi menua yang dialami Ibu Masaya mengharuskan ia pindah ke Tokyo untuk menjalani perawatan kanker yang lebih intensif. Hal tersebut dirasakan oleh Masaya seperti membawa kehidupannya kembali ke jalur yang tepat. Kondisi keuangan Masaya membaik yang sebelumnya Masaya harus berbohong untuk mendapatkan sebuah tempat tinggal. Masaya bisa bersemangat kerja karena ada orang yang membangunkannya di pagi hari bukannya malas karena menyadari bahwa ia kesiangan bangun. Tentunya, kelezatan masakan ibunya dapat kembali dirasakan setelah lama berpisah dengan ibunya. Teman-temannya pun sering meramaikan apartemen sewaannya, begitupun ibunya tidak pernah lelah untuk menyajikan masakan bagi orang-orang yang ia anggap selalu lapar. Manusia pasti akan mengalami yang namanya kematian. Pada bagian akhir cerita, ibu Masaya menyisakan kesedihan yang mendalam bagi seluruh keluarga bahkan orang-orang terdekatnya, termasuk Masaya.

Kutipan 4 halaman 305
“Meski aku tak bisa menulis buku yang mampu menghilangkan rasa sakit Ibu, tapi aku berterima kasih kepada semua penulis yang bukunya tersimpan di rak tersebut. Terima kasih telah menyenangkan perasaan Ibu.”

Kata-kata yang digunakan begitu mudah untuk diserap sampai aku berpikir apakah ini cerita nyata. Eh ternyata emang berdasarkan cerita nyata loh adapun bagian yang menarik bagiku adalah cara berpikir dalam menuangkan cerita ini. Dari awal sampai akhir aku merasakan apa yang diceritakan Masaya baik itu bagaimana ia merasa dan berpikir seperti kepolosan anak-anak, begitu polos. Tanpa ada unsur berusaha menampakkan kedewasaan atau kecerdasannya.

Setelah membaca Novel ini aku ingin menjadi gadis kecil yang baik bagi ibuku. Novel ini tidak hanya menjadi hiburan di waktu senggang tapi pelajaran hidup yang baik untuk kehidupan kita dalam keluarga. Sekian sih reviewku, jangan berharap bahwa kalian bisa baca ulasan yang detail kaya seminar ngupas buku. Yang paling baiknya sih tentu kalian sendiri yang baca. Pokoknya buku ini keren dengan unsur kesederhanaanya. Ini bagian yang aku sukai yang jadi kutipan terakhir yaitu kutipan 5 halaman 73
“Kemampuan manusia masih menyisakan potensi yang belum dikembangkan. Tampaknya masing-masing kemampuan tersebut bahkan belum digunakan separuhnya. Setiap individu akan keluar dari lingkungan rumahnya lalu mengembara untuk menguji kemampuan dan potensinya, juga semangat dan bakatnya. Seperti halnya anak panah yang dilepaskan dari busur dan langsung melesat dan menunjukkan hasil, begitu pun manusia. Meskipun hanya satu atau dua persen  dari keseluruhan kemampuan manusia yang digunakan, itu pun akan memberikan hasil yang lebih baik.”

arigato~


Tidak ada komentar:

Posting Komentar