Senin, 28 Maret 2016

It's not what you say, it's the way you say it!!! By Michael Parker

Let's Speak Simply
Assalamu’alaikum wr. Wb
Begitulah sapaan pertamaku untuk presentasi ujian proposal yang jatuh pada hari esok. Inilah alasanku kurang mematuhi targetku sendiri, bagi yang udah baca post-an ku beberapa hari yang lalu. Isinya kurang lebih kaya gini bahwa aku mau baca kira 3 judul novel klasik, tapi aku hanya menyelesaikan dua buah novel karena aku perlu memperbaiki kemampuan linguistikku. Sebenarnya kemampuan linguistikku sih nggak buruk-buruk amat, cuma sering karena faktor gugup jadi kesellimpet (bahasa apaan tuh) lidahnya. Ditambah lagi otakku ini terlalu aktif sehingga diriku sendiri nggak bisa control. Saking aktifnya satu pertanyaan pendek mau dijawab sepanjang jalan bermil-mil (hiperbola). Jawaban yang terlalu panjangkan nggak selalu bagus, karena kadang intinya bisa disampaikan seminimalis mungkin dengan maksud yang tersampaikan (apa coba?).



Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka aku membeli buku yang berjudul It’s not whay you say, it’s the way you say it by Michael Parker (wiiih canggihkan???). Buku ini cukup pricy dengan ketebalan yang sangat tipis (ngaur). Tapi untuk covernya aku suka, ala-ala buku luar yang kebanyakan bahan covernya tebal. Isinya sih aku banget yach, maksudnya full ilustrasi nggak cermah mulu yang bikin kita malah bosen buat baca buku sejenis psikologi. Menurutku, bukunya ringan nan berbobot. Nggak berharap luar biasa sih, setelah membaca ini kemampuanku bisa menyamai Najwa Syihab. Tapi sedikit pencerahan membawa banyak perubahan.
Secara garis besar ada poin yang harus kita perhatikan yaitu, Prinsip, Persiapan, Penyampaian daaaaannnnn Sempurna. Banyak saran-saran yang bisa kita dapatkan dari buku ini salah satunya yang kena banget buatku ialah SEMAKIN LAMA ANDA BICARA SEMAKIN KECIL DAMPAKNYA. Banyak orang yang artinya nggak sedikit memaparkan sebuah pernyataan atau jawaban atas suatu pertanyaa dengan panjang nan lebar yang bisa memberikan kesan bahwa kita memiliki wawasan luas seluas daun kelor (yang artinya omong kosong semua). Jadi sebaiknya kita mengolah sebuah argumen seminimalis mungkin namun apa yang kita ingin sampaikan dapat diterima oleh si pendengar kita.
Pengambilan JEDA juga menjadi unsur penting baik dalam menyampaikan pidato ataupun presentasi. Kadang yang artinya sering bahwa kita merasa terlalu diburu waktu atau nggak mau membuat si pendengar kita bosan. Makanya kita ngomong cepaaaaaaaaaat saking cepat si pendengar seolah merasa berada di samping kereta api yang sedang melaju, wooooooooooossssssssssh. “Bunyi apa tadi???” kata cameo yang berperan sebagai orang yang berdiri di samping kereta yang melaju. Jadi, teman-teman pengambilan atau penentuan jeda sangatlah penting karena
Jeda memperkuat suara. Jeda juga membuat ide-ide yang disampaikan jadi lebih jelas dengan memisah-misahkan mereka, dan member kesempatan kepada pendengar untuk berpikir.

Begitulah yang bisa aku bagikan pada kalian, semoga yang punya masalah yang sama denganku bisa memperbaiki kemampuan linguistik. Minimal kita tidak dibuat bodoh oleh perkataan kita yang berusaha terkesan cerdas, because the best suggestion for us is be your self, be simple and smile.

Kamis, 17 Maret 2016

AN OLD FASHIONED GIRL REVIEW

AN OLD FASHIONED GIRL
BY L.M.A
           
Ini buku kedua bulan Maret yang bertemakan klasik dan sayangnya ini bukan buku baru di markas bukuku. Kira-kira aku belinya di tahun 2011-an, dengan beberapa sebab tak terbacalah buku ini. Sebenarnya pengen banget tapi diriku selalu tergoda untuk membaca buku-buku yang baru aku beli jadi nich kayanya sistem First In Last Out gituh.
Nach karena kudu matuhi target sendiri, maka besarlah motivasi untuk membaca buku ini. Dan aku jadi nyesel Nyesel kenapa nggak dari dulu bacanya. Karya Louisa May Alcott sebelumnya sudah pernah aku baca yaitu Little Woman dan itu benar-benar buku yang fantastis. Beli buku inipun sebelumnya nggak punya referensi apa-apa karena alasan penulisnya adalah LMA berkeyakinanlah diriku pasti ceritanya bageus….
Ini nich bunyi teriakanku setelah selesai membaca buku ini:
GGYR^%#^%%(&YJHVHGRYTRFUITUERYTGC
HGDHYR%$Y^%TU&^*(O*)(*&*%$^%#$%RHBNHIY&
Translatenya kurang lebih gini:
OMG, this is such a beautiful classic story for me
I’m falling in love with this
(Serius, OK)
An Old Fashioned Girl nggak sekedar judul, namun ini memang mengisahkan gadis, Polly, yang memiliki baik gaya pakaian maupun kepribadian yang terbilang kuno oleh orang sekitarnya atau lebih tepatnya di tempat Polly berkunjung yaitu di rumah temannya, Fan. Kunjungan Polly tersebut berisi ribuan cerita menyenangkan sampai sedih. Bertemu dengan gadis-gadis yang senang membicarakan pesta, pakaian, perhiasan sampai pada bergosip. Polly banyak belajar tentang bagaimana menjadi dirinya sendiri.
Kehidupan keluarga Shaw di mana teman Polly, Fan, berada membawa perubahan besar atas kehadiran Polly yang manis dan terkadang bijak melebihi sikap seusianya. Polly membawa angin segar atas kehidupan keluarga tersebut. Bagaimana seharusnya baik Fan atau Tom bersikap satu sama lain, Fan dan Tom terhadap Ayahnya maupun neneknya. Pada akhirnya Polly sangat disayang bahkan sudah dianggap keluarga sendiri.
Cerita berlanjut enam tahun kemudian setelah Polly memutuskan untuk mengakhiri kunjungan di rumah Fan. Polly pindah dari desa ke kota untuk bekerja dan mewujudkan keinginannya menjadi guru musik piano. Itu berarti ia bisa kapanpun berkunjung di rumah keluarga Shaw yang siap menunggunya kapan saja. Ceritapun berkembang dari persahabatan dan keluarga menjadi persaingan, kesalahpahaman, kehancuran, kebangkitan dari keterpurukan bahkan menemukan cinta sejati.
Why do I fall in love with this book?
Reason 1:
Maaf banget nich mungkin sinopsisnya kurang jelas atau kurang detail-detail penting, karena ini tidak terlepas dari cerita An Old Fahioned Girl yang menurutku padat berisi. Jadinya saking banyaknya kejadian-kejadian penting jadi bingung menjelaskan dan mungkin bisa panjang banget kalau mendetail. Ini menjadi kelebihan utama buku ini yang menurutku nggak bertele-tele, namun deskripsinya cukup banyak namun tidak memberi kesan membosankan.
Reason 2:
Pada eranya buku ini juga menuai sambutan luar biasa pada LMA karena tidak terlepas dari tema yang diangkat LMA yaitu kehidupan sehari-hari yang menjadi sangat hidup bagi para pembacanya. Itulah yang juga terjadi pada diriku, ciyeeee. Baca buku ini aku berasa hidup di beberapa tahun silam. Suka banget bagaimana gambaran tentang aktivitas-aktivitas dalam ceritanya seperti acara pesta, menjahit untuk acara amal, kehidupan bertetangga, aktivitas makan, memasak dan banyak lagi.
Reason 3:
Sudut pandang yang dipakai LMA bisa dibilang campuran (istilahku sendiri alias ngarang). Kita bisa memahami setiap tokoh melalui sudut pandangnya masing-masing. Meskipun tokoh utama adalah Polly, namun LMA memberikan porsinya tersendiri bagi tokoh-tokoh lain untuk mengungkapakan perasaan dan pikirannya. Bahkan dalam buku ini kita bisa merasakan LMA sedang bercerita dengan kita, seperti kutipan ini:
Tidak penting apa yang terjadi kemudian. Kisah cinta yang murni takkan mungkin digambarkan karena bagi mereka yang merasakannya, gambaran paling detail sekalipun terkesan lemah, dan bagi mereka yang tak merasakannya, gambaran paling sederhana pun akan terasa berlebihan. Jadi, buat para pecinta, lebih baik kalian lukiskan kejadiannya sesuai imajinasi masing-masing karena disanalah letak seninya dan kita biarkan para kekasih ini merasakan momen-momen terbahagia dalam hidup mereka sendiri.
Reason 4:
Cerita cinta bukanlah favoritku karena biasanya bikin bosan bahkan muntah karena terlalu dibuat-buat. Nach, dalam buku ini selain tentang persahabatan, keluarga, tetapi porsi tentang cintanya dalam kadar pas. Dan aku sangat menyukainya, mengapa? Mungkin karena klasik yach jadi cerita cintanya berkesan sopan saja. Pokoknya aku sukaaaa banget, bagaimana akhir dari cerita Polly, Fan, Tom, Mr. Syd bahkan Will dan Maud sangat manis.
Reason 5:
Nilai plusnya juga ialah buku ini tidak sekedar mampu mempuaskan pecinta buku melalui alur-alur ceritanya yang mampu membangkitkan imajinasi, namun banyak banget pelajaran yang bisa diambil baik untuk pembaca cowok maupun cewek. Ini nich kutipan yang aku suka banget,
“Kita nggak mungkin mendapatkan semua yang kita inginkan, tapi kita bisa berusaha semaksimal mungkin agar apa yang kita inginkan tercapai. Prosesnya akan laur biasa…”

Sebenarnya banyak jejeran-jejeran alasan kenapa aku jatuh cinta dengan buku ini, namun kata-kata tak sanggup menggambarkannya dan jaripun tak sanggup menuangkannya. Jadi yang paling afdol adalah baca sendiri.

Selasa, 08 Maret 2016

Reviewku: WHEN PATTY WENT TO COLLEGE by Jean Webster

WHEN PATTY WENT TO COLLEGE by jean webster
       
    Novel ini berkisah kehidupan Patty bersama teman-temannya di lingkungan kampus dan asrama. Salah satu unsur favorit dalam bacaanku yaitu school and dorm life. Patty, si tokoh utama dalam cerita ini digambarkan sebagai gadis yang cerdas namun nakal atau… sebaliknya yach? Patty rela masuk ruang perawatan untuk menghindari ujian di mana ia tidak terlalu banyak menguasai bahan-bahan ujiannya. Di sana ia bisa beristirahat dan memiliki banyak waktu untuk membaca-baca bahan ujian yang mungkin akan ia ambil pada ujian susulan. Memilih untuk berada di luar daripada pergi ke kapel yang artinya ia sudah melewati jatah bolosnya. Itulah beberapa kejahilan Patty yang sering membuat teman-temannya jengkel namun terhibur dengan tingkah laku Patty yang cerdas, berani namun terlampau nakal.
“Bagaimana kau bisa menikmati hidup jika kau biarkan dirimu menghamba kepada segala jenis aturan sepele?” tanya Patty lesu.

Pada bagian akhir cerita yaitu pada subbab yang berjudul “Patty dan Sang Uskup” di mana Patty sepertinya sadar bahwa ia harus mengakhiri tingkah kekanak-kanakannya. Hal ini terkait dengan masa perkuliahan Patty yang akan berakhir. Iapun harus menjadi seorang wanita dewasa yang bertanggung jawab atas dirinya di dunia luar. Ini kutipan percakapan Patty dengan teman-temannya,
“Aku bertambah tua,” ulang Patty. “Sudah saatnya bagiku berkelakuan baik. …”

Kesimpulan akhir, aku sangat suka dengan novel ini. Novel ini tidak memiliki alur seperti pengenalan, klimaks dan penyelesaian. Namun, ada 16 judul subbab yang memiliki ceritanya sendiri. Subbab-subbab ini seperti garis besar dalam kehidupan perkuliahan Patty, sehingga tidak membuatku bosan. Unsur romansa cinta tidak terlalu banyak dipaparkan di sini (yeah, I like it). Sebagai orang yang menyukai school and dorm life, novel ini sangat memenuhi ekspektasiku. Sebelum mengakhiri review ini, sedikit aku paparkan penjelasan mengenai definisi buku klasik dari http://classiclit.about.com/ yaitu,
Sebuah klasik biasanya mengungkapkan beberapa kualitas artistik-ekspresi kehidupan, kebenaran, dan keindahan.
Sebuah klasik membuat koneksi. Anda dapat belajar klasik dan menemukan pengaruh dari penulis lain dan karya-karya besar sastra lainnya. Tentu saja, ini adalah sebagian terkait dengan daya tarik universal dari klasik. Tapi, klasik juga diinformasikan oleh sejarah ide-ide dan sastra - apakah sadar atau secara khusus bekerja ke plot teks.
             Really work on me!
Ini kalimat-kalimat keren favoritku,
Ingin mencengkram masa kini dan menggengamnya erat. Proses menjadi dewasa ini terasa mengerikan.


Kepribadian adalah tanaman yang tumbuh perlahan dan bibitnya harus disemai sejak dini.

Minggu, 06 Maret 2016

Wanna Be Classic Read This Stuff

Welcome to March.

just one word can describe is chaos...
Iya nich, sebelum mengisi blog dengan review novel-novel yang aku baca bulan ini. Aku jadi ingin membahas tema bacaan bulan ini. Kesukaan membacaku sih biasanya nggak harus bertema kadang juga random, tapi akhir-akhir ini sukanya pakai tema gituh. Kalau bulan Februari kemarin temanya tentang cinta, baik cinta tentang persahabatan, cinta tentang diri sendiri maupun keluarga. Bulan ini aku memutuskan untuk membaca novel yang classic. Nggak hanya cerita classic, tetapi novel yang aku baca emang karangan tempoe doeloe.
           
ada yang mau beliin ???


Untuk bulan ini aku lebih memilih membaca novel yang berasal dari Markas Literasiku yang mini dan chaos. Bukan akibat lagi KK atau “Kantong Kering”, tapi ingin memberdayakan koleksi yang sebenarnya sudah dibaca tetapi belum direview. Di atas  merupakan penampakan Markasku tanpa rak buku yang hanya numpuk di atas lemari pakaian. Semoga resolusi tahun ini yaitu memiliki rak buku bisa tercapai. Amin…

           




From all my collection, I pick these books to read for this month. Novel-novel ini sangat cocok dengan tema bulan ini.
Sweet Colour of My this Month Stuffs...




When Patty Went to College by Jean Webster
Rasanya ini novel aku beli tahun 2010 waktu lagi bazaar buku diskon. Bukan alasan diskonnya sih tapi karena cover dan ceritanya yang so classy. Novel karangan Jean Webster ini dipublikasikan pada tahun 1903. Lihat pada bagian belakang cover buku ini tertera Novel Klasik, so I pick the right stuff.



An Old Fashioned Girl by Louisa May Alcott
Novel ini aku beli berbarengan dengan When Patty Went to College. Novel karangan Louisa May Alcott yang dipublikasikan tahun 1915. Sejujurnya ini belum pernah di baca karena selalu tertunda dengan novel-novel terbaru yang ingin aku baca. So, this is the time! Dan dibelakang cover ini juga tertera Novel Klasik, again I pick the right stuff.







The Naughties Girl in The School Series by Enid Blyton
Novel ini memiliki sejarahnya sendiri bagiku, jadi waktu SMA iseng-iseng main ke perpustakaan sekolah. Kenapa iseng-iseng? Karena minat baca kecil waktu itu. Jadi nemulah novel ini dengan cover yang sudah lusuh dan berbau apek, namun aneh itu yang membuat aku tertarik dengan novel ini. Sayangnya hanya ada satu seri saat itu yaitu seri pertamanya.
Beberapa tahun kemudian saat jalan-jalan ke toko buku aku menemukan ini dirak buku dengan seri penuh sebanyak empat novel. Aku benar-benar surprise dan bahagia banget. Jadinya langsung tak borong semuanya.

              Itulah novel-novel yang akan aku baca bulan ini. Really really feel excited on it. Have a nice read!!! Let’s get start it!