Senin, 28 Maret 2016

It's not what you say, it's the way you say it!!! By Michael Parker

Let's Speak Simply
Assalamu’alaikum wr. Wb
Begitulah sapaan pertamaku untuk presentasi ujian proposal yang jatuh pada hari esok. Inilah alasanku kurang mematuhi targetku sendiri, bagi yang udah baca post-an ku beberapa hari yang lalu. Isinya kurang lebih kaya gini bahwa aku mau baca kira 3 judul novel klasik, tapi aku hanya menyelesaikan dua buah novel karena aku perlu memperbaiki kemampuan linguistikku. Sebenarnya kemampuan linguistikku sih nggak buruk-buruk amat, cuma sering karena faktor gugup jadi kesellimpet (bahasa apaan tuh) lidahnya. Ditambah lagi otakku ini terlalu aktif sehingga diriku sendiri nggak bisa control. Saking aktifnya satu pertanyaan pendek mau dijawab sepanjang jalan bermil-mil (hiperbola). Jawaban yang terlalu panjangkan nggak selalu bagus, karena kadang intinya bisa disampaikan seminimalis mungkin dengan maksud yang tersampaikan (apa coba?).



Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka aku membeli buku yang berjudul It’s not whay you say, it’s the way you say it by Michael Parker (wiiih canggihkan???). Buku ini cukup pricy dengan ketebalan yang sangat tipis (ngaur). Tapi untuk covernya aku suka, ala-ala buku luar yang kebanyakan bahan covernya tebal. Isinya sih aku banget yach, maksudnya full ilustrasi nggak cermah mulu yang bikin kita malah bosen buat baca buku sejenis psikologi. Menurutku, bukunya ringan nan berbobot. Nggak berharap luar biasa sih, setelah membaca ini kemampuanku bisa menyamai Najwa Syihab. Tapi sedikit pencerahan membawa banyak perubahan.
Secara garis besar ada poin yang harus kita perhatikan yaitu, Prinsip, Persiapan, Penyampaian daaaaannnnn Sempurna. Banyak saran-saran yang bisa kita dapatkan dari buku ini salah satunya yang kena banget buatku ialah SEMAKIN LAMA ANDA BICARA SEMAKIN KECIL DAMPAKNYA. Banyak orang yang artinya nggak sedikit memaparkan sebuah pernyataan atau jawaban atas suatu pertanyaa dengan panjang nan lebar yang bisa memberikan kesan bahwa kita memiliki wawasan luas seluas daun kelor (yang artinya omong kosong semua). Jadi sebaiknya kita mengolah sebuah argumen seminimalis mungkin namun apa yang kita ingin sampaikan dapat diterima oleh si pendengar kita.
Pengambilan JEDA juga menjadi unsur penting baik dalam menyampaikan pidato ataupun presentasi. Kadang yang artinya sering bahwa kita merasa terlalu diburu waktu atau nggak mau membuat si pendengar kita bosan. Makanya kita ngomong cepaaaaaaaaaat saking cepat si pendengar seolah merasa berada di samping kereta api yang sedang melaju, wooooooooooossssssssssh. “Bunyi apa tadi???” kata cameo yang berperan sebagai orang yang berdiri di samping kereta yang melaju. Jadi, teman-teman pengambilan atau penentuan jeda sangatlah penting karena
Jeda memperkuat suara. Jeda juga membuat ide-ide yang disampaikan jadi lebih jelas dengan memisah-misahkan mereka, dan member kesempatan kepada pendengar untuk berpikir.

Begitulah yang bisa aku bagikan pada kalian, semoga yang punya masalah yang sama denganku bisa memperbaiki kemampuan linguistik. Minimal kita tidak dibuat bodoh oleh perkataan kita yang berusaha terkesan cerdas, because the best suggestion for us is be your self, be simple and smile.

Kamis, 17 Maret 2016

AN OLD FASHIONED GIRL REVIEW

AN OLD FASHIONED GIRL
BY L.M.A
           
Ini buku kedua bulan Maret yang bertemakan klasik dan sayangnya ini bukan buku baru di markas bukuku. Kira-kira aku belinya di tahun 2011-an, dengan beberapa sebab tak terbacalah buku ini. Sebenarnya pengen banget tapi diriku selalu tergoda untuk membaca buku-buku yang baru aku beli jadi nich kayanya sistem First In Last Out gituh.
Nach karena kudu matuhi target sendiri, maka besarlah motivasi untuk membaca buku ini. Dan aku jadi nyesel Nyesel kenapa nggak dari dulu bacanya. Karya Louisa May Alcott sebelumnya sudah pernah aku baca yaitu Little Woman dan itu benar-benar buku yang fantastis. Beli buku inipun sebelumnya nggak punya referensi apa-apa karena alasan penulisnya adalah LMA berkeyakinanlah diriku pasti ceritanya bageus….
Ini nich bunyi teriakanku setelah selesai membaca buku ini:
GGYR^%#^%%(&YJHVHGRYTRFUITUERYTGC
HGDHYR%$Y^%TU&^*(O*)(*&*%$^%#$%RHBNHIY&
Translatenya kurang lebih gini:
OMG, this is such a beautiful classic story for me
I’m falling in love with this
(Serius, OK)
An Old Fashioned Girl nggak sekedar judul, namun ini memang mengisahkan gadis, Polly, yang memiliki baik gaya pakaian maupun kepribadian yang terbilang kuno oleh orang sekitarnya atau lebih tepatnya di tempat Polly berkunjung yaitu di rumah temannya, Fan. Kunjungan Polly tersebut berisi ribuan cerita menyenangkan sampai sedih. Bertemu dengan gadis-gadis yang senang membicarakan pesta, pakaian, perhiasan sampai pada bergosip. Polly banyak belajar tentang bagaimana menjadi dirinya sendiri.
Kehidupan keluarga Shaw di mana teman Polly, Fan, berada membawa perubahan besar atas kehadiran Polly yang manis dan terkadang bijak melebihi sikap seusianya. Polly membawa angin segar atas kehidupan keluarga tersebut. Bagaimana seharusnya baik Fan atau Tom bersikap satu sama lain, Fan dan Tom terhadap Ayahnya maupun neneknya. Pada akhirnya Polly sangat disayang bahkan sudah dianggap keluarga sendiri.
Cerita berlanjut enam tahun kemudian setelah Polly memutuskan untuk mengakhiri kunjungan di rumah Fan. Polly pindah dari desa ke kota untuk bekerja dan mewujudkan keinginannya menjadi guru musik piano. Itu berarti ia bisa kapanpun berkunjung di rumah keluarga Shaw yang siap menunggunya kapan saja. Ceritapun berkembang dari persahabatan dan keluarga menjadi persaingan, kesalahpahaman, kehancuran, kebangkitan dari keterpurukan bahkan menemukan cinta sejati.
Why do I fall in love with this book?
Reason 1:
Maaf banget nich mungkin sinopsisnya kurang jelas atau kurang detail-detail penting, karena ini tidak terlepas dari cerita An Old Fahioned Girl yang menurutku padat berisi. Jadinya saking banyaknya kejadian-kejadian penting jadi bingung menjelaskan dan mungkin bisa panjang banget kalau mendetail. Ini menjadi kelebihan utama buku ini yang menurutku nggak bertele-tele, namun deskripsinya cukup banyak namun tidak memberi kesan membosankan.
Reason 2:
Pada eranya buku ini juga menuai sambutan luar biasa pada LMA karena tidak terlepas dari tema yang diangkat LMA yaitu kehidupan sehari-hari yang menjadi sangat hidup bagi para pembacanya. Itulah yang juga terjadi pada diriku, ciyeeee. Baca buku ini aku berasa hidup di beberapa tahun silam. Suka banget bagaimana gambaran tentang aktivitas-aktivitas dalam ceritanya seperti acara pesta, menjahit untuk acara amal, kehidupan bertetangga, aktivitas makan, memasak dan banyak lagi.
Reason 3:
Sudut pandang yang dipakai LMA bisa dibilang campuran (istilahku sendiri alias ngarang). Kita bisa memahami setiap tokoh melalui sudut pandangnya masing-masing. Meskipun tokoh utama adalah Polly, namun LMA memberikan porsinya tersendiri bagi tokoh-tokoh lain untuk mengungkapakan perasaan dan pikirannya. Bahkan dalam buku ini kita bisa merasakan LMA sedang bercerita dengan kita, seperti kutipan ini:
Tidak penting apa yang terjadi kemudian. Kisah cinta yang murni takkan mungkin digambarkan karena bagi mereka yang merasakannya, gambaran paling detail sekalipun terkesan lemah, dan bagi mereka yang tak merasakannya, gambaran paling sederhana pun akan terasa berlebihan. Jadi, buat para pecinta, lebih baik kalian lukiskan kejadiannya sesuai imajinasi masing-masing karena disanalah letak seninya dan kita biarkan para kekasih ini merasakan momen-momen terbahagia dalam hidup mereka sendiri.
Reason 4:
Cerita cinta bukanlah favoritku karena biasanya bikin bosan bahkan muntah karena terlalu dibuat-buat. Nach, dalam buku ini selain tentang persahabatan, keluarga, tetapi porsi tentang cintanya dalam kadar pas. Dan aku sangat menyukainya, mengapa? Mungkin karena klasik yach jadi cerita cintanya berkesan sopan saja. Pokoknya aku sukaaaa banget, bagaimana akhir dari cerita Polly, Fan, Tom, Mr. Syd bahkan Will dan Maud sangat manis.
Reason 5:
Nilai plusnya juga ialah buku ini tidak sekedar mampu mempuaskan pecinta buku melalui alur-alur ceritanya yang mampu membangkitkan imajinasi, namun banyak banget pelajaran yang bisa diambil baik untuk pembaca cowok maupun cewek. Ini nich kutipan yang aku suka banget,
“Kita nggak mungkin mendapatkan semua yang kita inginkan, tapi kita bisa berusaha semaksimal mungkin agar apa yang kita inginkan tercapai. Prosesnya akan laur biasa…”

Sebenarnya banyak jejeran-jejeran alasan kenapa aku jatuh cinta dengan buku ini, namun kata-kata tak sanggup menggambarkannya dan jaripun tak sanggup menuangkannya. Jadi yang paling afdol adalah baca sendiri.

Selasa, 08 Maret 2016

Reviewku: WHEN PATTY WENT TO COLLEGE by Jean Webster

WHEN PATTY WENT TO COLLEGE by jean webster
       
    Novel ini berkisah kehidupan Patty bersama teman-temannya di lingkungan kampus dan asrama. Salah satu unsur favorit dalam bacaanku yaitu school and dorm life. Patty, si tokoh utama dalam cerita ini digambarkan sebagai gadis yang cerdas namun nakal atau… sebaliknya yach? Patty rela masuk ruang perawatan untuk menghindari ujian di mana ia tidak terlalu banyak menguasai bahan-bahan ujiannya. Di sana ia bisa beristirahat dan memiliki banyak waktu untuk membaca-baca bahan ujian yang mungkin akan ia ambil pada ujian susulan. Memilih untuk berada di luar daripada pergi ke kapel yang artinya ia sudah melewati jatah bolosnya. Itulah beberapa kejahilan Patty yang sering membuat teman-temannya jengkel namun terhibur dengan tingkah laku Patty yang cerdas, berani namun terlampau nakal.
“Bagaimana kau bisa menikmati hidup jika kau biarkan dirimu menghamba kepada segala jenis aturan sepele?” tanya Patty lesu.

Pada bagian akhir cerita yaitu pada subbab yang berjudul “Patty dan Sang Uskup” di mana Patty sepertinya sadar bahwa ia harus mengakhiri tingkah kekanak-kanakannya. Hal ini terkait dengan masa perkuliahan Patty yang akan berakhir. Iapun harus menjadi seorang wanita dewasa yang bertanggung jawab atas dirinya di dunia luar. Ini kutipan percakapan Patty dengan teman-temannya,
“Aku bertambah tua,” ulang Patty. “Sudah saatnya bagiku berkelakuan baik. …”

Kesimpulan akhir, aku sangat suka dengan novel ini. Novel ini tidak memiliki alur seperti pengenalan, klimaks dan penyelesaian. Namun, ada 16 judul subbab yang memiliki ceritanya sendiri. Subbab-subbab ini seperti garis besar dalam kehidupan perkuliahan Patty, sehingga tidak membuatku bosan. Unsur romansa cinta tidak terlalu banyak dipaparkan di sini (yeah, I like it). Sebagai orang yang menyukai school and dorm life, novel ini sangat memenuhi ekspektasiku. Sebelum mengakhiri review ini, sedikit aku paparkan penjelasan mengenai definisi buku klasik dari http://classiclit.about.com/ yaitu,
Sebuah klasik biasanya mengungkapkan beberapa kualitas artistik-ekspresi kehidupan, kebenaran, dan keindahan.
Sebuah klasik membuat koneksi. Anda dapat belajar klasik dan menemukan pengaruh dari penulis lain dan karya-karya besar sastra lainnya. Tentu saja, ini adalah sebagian terkait dengan daya tarik universal dari klasik. Tapi, klasik juga diinformasikan oleh sejarah ide-ide dan sastra - apakah sadar atau secara khusus bekerja ke plot teks.
             Really work on me!
Ini kalimat-kalimat keren favoritku,
Ingin mencengkram masa kini dan menggengamnya erat. Proses menjadi dewasa ini terasa mengerikan.


Kepribadian adalah tanaman yang tumbuh perlahan dan bibitnya harus disemai sejak dini.

Minggu, 06 Maret 2016

Wanna Be Classic Read This Stuff

Welcome to March.

just one word can describe is chaos...
Iya nich, sebelum mengisi blog dengan review novel-novel yang aku baca bulan ini. Aku jadi ingin membahas tema bacaan bulan ini. Kesukaan membacaku sih biasanya nggak harus bertema kadang juga random, tapi akhir-akhir ini sukanya pakai tema gituh. Kalau bulan Februari kemarin temanya tentang cinta, baik cinta tentang persahabatan, cinta tentang diri sendiri maupun keluarga. Bulan ini aku memutuskan untuk membaca novel yang classic. Nggak hanya cerita classic, tetapi novel yang aku baca emang karangan tempoe doeloe.
           
ada yang mau beliin ???


Untuk bulan ini aku lebih memilih membaca novel yang berasal dari Markas Literasiku yang mini dan chaos. Bukan akibat lagi KK atau “Kantong Kering”, tapi ingin memberdayakan koleksi yang sebenarnya sudah dibaca tetapi belum direview. Di atas  merupakan penampakan Markasku tanpa rak buku yang hanya numpuk di atas lemari pakaian. Semoga resolusi tahun ini yaitu memiliki rak buku bisa tercapai. Amin…

           




From all my collection, I pick these books to read for this month. Novel-novel ini sangat cocok dengan tema bulan ini.
Sweet Colour of My this Month Stuffs...




When Patty Went to College by Jean Webster
Rasanya ini novel aku beli tahun 2010 waktu lagi bazaar buku diskon. Bukan alasan diskonnya sih tapi karena cover dan ceritanya yang so classy. Novel karangan Jean Webster ini dipublikasikan pada tahun 1903. Lihat pada bagian belakang cover buku ini tertera Novel Klasik, so I pick the right stuff.



An Old Fashioned Girl by Louisa May Alcott
Novel ini aku beli berbarengan dengan When Patty Went to College. Novel karangan Louisa May Alcott yang dipublikasikan tahun 1915. Sejujurnya ini belum pernah di baca karena selalu tertunda dengan novel-novel terbaru yang ingin aku baca. So, this is the time! Dan dibelakang cover ini juga tertera Novel Klasik, again I pick the right stuff.







The Naughties Girl in The School Series by Enid Blyton
Novel ini memiliki sejarahnya sendiri bagiku, jadi waktu SMA iseng-iseng main ke perpustakaan sekolah. Kenapa iseng-iseng? Karena minat baca kecil waktu itu. Jadi nemulah novel ini dengan cover yang sudah lusuh dan berbau apek, namun aneh itu yang membuat aku tertarik dengan novel ini. Sayangnya hanya ada satu seri saat itu yaitu seri pertamanya.
Beberapa tahun kemudian saat jalan-jalan ke toko buku aku menemukan ini dirak buku dengan seri penuh sebanyak empat novel. Aku benar-benar surprise dan bahagia banget. Jadinya langsung tak borong semuanya.

              Itulah novel-novel yang akan aku baca bulan ini. Really really feel excited on it. Have a nice read!!! Let’s get start it!

Senin, 29 Februari 2016

THIS STAR WON'T GO OUT REVIEW

tHis stAr woN’T gO oUt
-Lori & Wayne Earl-


Buku ini mendapat penghargaan sebagai Best Memoir & Autobiography Goodreads Choice Award 2014. Aku tidak tau sih artinya apa? Tapi yang pasti buku ini mendapat pengakuan sebagai buku autobiografi pilihan yang baik bagi pembaca. Autobiografi/au·to·bi·o·gra·fi/ n riwayat hidup pribadi yang ditulis sendiri (dikutip dari http://kbbi.web.id/autobiografi). Kita bisa belajar dari pengalaman atau cerita hidup seseorang yang mungkin kita tidak pernah dapatkan dalam hidup kita sendiri.
Buku yang berjudul This Star Won’t Go Out ditulis oleh Lori dan Wayne Earl yaitu orang tua seorang gadis yang mengidap kanker tiroid, Esther Grace Earl. Dalam buku ini tidak hanya berisikan pemaparan dari Lori dan Wayne, namun kita juga bisa membaca tulisan-tulisan Esther dan melihat foto-fotonya. Hal tersebut sangat membuat hidup buku ini. Ada juga beberapa tulisan dari teman-temannya yang sangat bahagia pernah menjadi bagian hidup Esther. Pada bagian awal buku terdapat kata pengantar yang ditulis oleh John Green (my favorite writer).
Buku ini sangat menyentuh (sempat berurai mata juga) di mana berawal dari seorang gadis biasa yang bersemangat dan suka bermain-main layaknya gadis lain, namun Esther harus menghadapi kenyataan bahwa ia mengidap kanker tiroid yang membuat ganggu pernafasannya. Berdasarkan alasan kesehatan Esther lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah, tepatnya di dalam kamar. Tentu saja itu sulit dibayangkan di mana anak-anak seumurnya harusnya lebih banyak berpetualang di luar. Seperti tulisan Andrew Slack tentang Esther, kondisi fisik menjadikan keinginannya hampir mustahil terlaksana. Namun, untunglah, ada Internet.
Yupz, internetlah yang mengobati kerinduan Esther terhadap interaksi sosial. Melalui internet ini ia menemukan orang-orang luar biasa yang pada akhirnya menjadi sahabat-sahabatnya. Persahabatan yang menggambarkan arti kasih sayang yang tanpa imbalan. Esther yang menjadi penyatu mereka. Kebersamaan mereka begitu hidup bagiku sebagai pembaca pada saat acara Make A Wish. Acara yang mereka sadari mungkin adalah acara terakhir mereka bersama Esther. Begitu banyak momen yang lucu dan bahagia di sana.
Aku pun sangat menyukai Esther karena dalam tulisannya ia sangat jujur sebagai manusia yang tengah mengidap kanker. Esther tidak berlagak tabah dalam menghadapi penyakitnya, karena dibeberapa tulisanya juga terdapat ungkapan-ungkapan perasaan mengapa ia harus mengalami itu. Namun, penerimaan Esther bukanlah sebagai kepasrahan tapi murni sebuah penerimaan terhadap penyakitnya. Teman-temannya pun menerima Esther bukan atas dasar perasaan kasihan namun karena mereka mencintai Esther.
Menjadikan Autobiografi sebagai pelajaran bagi kita bukan berarti bahwa kita bersenang-senang di atas penderitaan seseorang. Namun, dengan membaca sebuah Autobiografi kita bisa belajar untuk lebih memaknai dan menghargai kehidupan kita. Seperti yang ditulis John Green dalam kata pengantarnya, dia mengingatkan aku bahwa umur pendek bisa berarti kehidupan yang baik dan berwarna, bahwa sangat mungkin untuk hidup dalam depresi tanpa dilesapkan olehnya, dan makna dari kehidupan ditemukan bersama, dalam keluarga dan persahabatan yang melampaui dan bertahan dari berbagai macam penderitaan.

Buku ini aku baca pada minggu terakhir bulan Februari. Buku ini sangat luar biasa yang dapat memberikan suntikan atas perspektifku terhadap kehidupan. Hidup Esther yang sudah dipastikan endingnya oleh kanker tiroid tidak membuatnya putus asa, namun hal itu membuat ia menerima cinta begitu luar biasa dari orang-orang terdekat ataupun jauh serta orang yang mengenalnya secara nyata maupun tidak. Meskipun Esther sudah tiada, namun ia tetap hidup di hati orang-orang yang mencintainya itulah makna dari This Star Won’t Go Out. Hidup kita yang sehat tidak menjamin bahwa kita akan memiliki kehidupan yang panjang bukan. Ketidakpastian kita bahkan bisa lebih buruk bagi mereka pengidap kanker jika kita hanya menghabiskan waktu dengan mengkhayalkan masa depan yang entah mungkin atau tidak kita dapati. Appreciate your time! Take an action! And always give your best for today!

Sunset on Third Street review

SUNSET IN THIRD STREET
-   SAIGAN Ryogei

Komik ini aku baca tepatnya  pada pertengahan bulan Februari yang hanya menyita waktu satu hari. Bukan hal luar biasa juga sih karena komikkan biasanya bukan buku yang tebal malah cenderung tipis. Namun, kenapa diriku nggak beranjak dari komik ini karena menurutku ceritanya bagus banget. Aku sih bukan comic-holic gituh, tapi beberapa kali sempat ngelirik komik ini juga karena cover-nya lucu (I’m the one who judge something by the cover, kkk). Judulnya itu Sunset on Third Street yang mana pada bagian covernya menampilkan gambar tentang kehidupan keluarga (sepertinya). Dan aku suka banget cerita-cerita jepang baik komik ataupun anime yang ber-genre-kan kehidupan keluarga.
Koleksi pertamaku berawal dari volume 5, kkk

Komik Sunset on Third Street yang aku beli ini merupakan chapter 5, sebenarnya ini seri pertamaku. Sesuai otakku yang kadang mikir secara mundur dan baca novel kadang dari belakang, wkwkkw. Jadi ceritanya beli chapter 5 baru 4, 3, 2, 1, dorrrr!
Setelah plastik, yang tadinya rapi membungkus komik yang menampakkan bahwa ia belum pernah dibuka oleh siapapun, aku sobek. Ternyata ada 19 cerita pilihan editor yang katanya terbaik dan ini di luar perkiraanku. Sebelumnya aku pikir hanya ada cerita satu keluarga yang akan dibahas dalam komik ini, namun ternyata ada cerita beberapa keluarga. Meskipun di luar perkiraanku bukan berarti aku kecewa, tapi sebaliknya. Aku suka banget kalau ada buku yang berisikan kumpulan-kumpulan cerita yang berarti tingkat kebosananku tidak akan terganggu.
Diantara kesembilan cerita dalam komik ini aku sangat menyukai:
1.      Memanjat pohon
Bercerita tentang taro dan jiro ooki yang mana sang kakak senang sekali memanjat pohon. Saat Jiro menaiki pohon yang tertinggi di kampungnya. Sang adik sangat ketakutan dan sedih karena setelah menunggu sang kakak tak kunjung juga dari pohon tersebut. sang adik, Taro, takut jikalau kakaknya mengalami cerita yang biasanya kakaknya ceritakan di waktu mereka akan tidur. Taro pun pulang sambil menangis, kemudian mengatakan pada sang ibu untuk menolong kakaknya yang tak kunjung turun saat menaiki pohon. Sang ibu pun terkejut dan heran atas apa yang baru saja dibicarakan Taro. Karena itu sangat tidak mungkin, karena…
      (Mohon jangan penasaran!!!)
2.      Bunga Cosmos
Sepasang saudara kembara yang menjalani kehidupan layaknya saudara kembar. Iya, awalnya mereka selalu saja memiliki kesamaan seperti baju dan gaya rambut. Namun, setelah mereka dewasa masing-masing menampakkan perbedaan termasuk mengenai rencana masa depan. Haruko berkeinginan untuk berkerja setelah ia lulus dari SMA. Berbeda dengan saudara kembarnya, Akiko, yang berkeinginan untuk mengikuti kursus memasak dan sebagainya sebagai persiapan untuk menjadi ibu rumah tangga. Kehidupan pun mereka jalani berdasarkan keputusan mereka masing-masing.
Suatu ketika Haruko bercerita bahwa ia menyukai seorang pria yang sering ia lihat di stasiun, tetapi ia belum pernah berbicara. Di waktu yang sama Akiko mengajak Haruko bertemu seorang pria tampan yang katanya sudah lama menyukai Akiko meskipun Akiko tidak pernah kenal pria itu. Betapa terkejutnya Haruko bahwa pria yang mengajak kecan Akiko adalah pria yang sama yang sukai, pria yang ia lihat di stasiun. Haruko pun memendam hal tersebut dan Akiko akhirnya menikah dengan pria tersebut yang bernama Yukio. Haruko berpikir mungkinkah Yukio salah sangka bahwa yang Yukio temui di stasiun itu adalah Haruko bukan Akiko. Bagaimana kelanjutannya? Sangat indah untuk Haruko…
3.      Permen panjang umur
Ini nih yang paling de bes menurutku, Why? Karena sukses menembus pertahananku. Aku dibuat mewek dan menutup komik ini sembari berkata, “komik apa ini? Aku perlu komik yang lucu yang bisa membuatku terpingkal-pingkal karena tertawa bukan malah menangis”. Mungkin efeknya bisa berbeda-beda yah terhadap reader yang lain, namun entah terbawa suasana aku benar-benar berlinang air mata saat membaca ini.
Sebuah keluarga yang terdiri ayah, ibu dan keenam anaknya. Semua anaknya baik dan pintar kecuali anak kelima yaitu Mitsuro. Susah di atur, nakal dan ceroboh adalah sifat-sifat Mitsuro. Ia sering dihukum dan dimarahi oleh ayah maupun kakak-kakaknya. Salah satunya kenakalannya ialah ia tidak memperdulikan larangan “jangan menginjak semen yang basah”.
Shichigosan yaitu festival untuk memperingati anak yang berumur 7, 5 dan 3 tahun terpaksa dilewatkan Mitsuro yang saat itu berusia 5 tahun. Kedua orang tuanya memilih untuk memenuhi janji sebagai perantara perjodohan. Sang kakak yaitu Futaba (anak keempat) berusaha menghibur Mitsuro dengan pergi ke kuil dan membelikannya permen panjang umur. Mitsuro sangat senang karena Futaba adalah orang yang paling dekat dan perhatian dengannya. Mereka berbagi perasaan sebagai anak yang memiliki banyak saudara di mana tentunya perhatian orang tuanya terbagi dengan saudara mereka yang lain.
Seminggu kemudian, Futaba sangat khawatir karena Mitsuro tidak pulang-pulang setelah bermain. Futaba mencoba meminta bantuan pada kakak-kakaknya, namun karena Mitsuro memang sering berbuat onar maka mereka menggangap ini salah satu keonaran Mitsuro. Tapi sampai malam Mitsuro tidak pulang juga dan seluruh keluarga berusaha mencarinya. Merekapun sangat sedih dan masing-masing menyesali atas sikap dan tindakan mereka selama ini yang tidak terlalu peduli terhadap Mitsuro. Di saat Futaba keluar rumah, tangisannya semakin keras saat ia melihat jejak kaki dan tangan Mitsuro pada semen yang telah mongering. Salah satu keonarannya itu adalah kenang-kenangan terakhir dari Mitsuro. Apa yang sebenarnya terjadi dengan Mitsuro?

Alasan aku menyukai komik ini karena selalu ada kejutan diakhir cerita atau bisa masuk kategori cerita yang endingnya itu ­twisted (apaseh maksudnya? Ya.. begitulah…). Nggak sabar buat baca chapter 4-nya.

Kamis, 25 Februari 2016

Review Novel pencarian Jati Diri: Paper Towns

Paper towns
-john Green-

The way figure it, everyone gets a miracle!
(Kindness- Swinging Party : play on)

Wakakka, ngikut ala-ala Quentin di awal cerita yang membawakan narasi tunggalnya. Selamat bulan Februari yang katanya bulan cinta. Sorry banget ni (meminta maaf pada diri sendiri karena tidak bisa disiplin dalam menulis) karena bulan ini ikut project dosen dan lagi giat-giatnya ngerjakan tesis, maka review-pun tak kunjung ditulis.
            Meskipun aku tidak merayakan yang namanya “Valentine”, tapi tema bacaanku aku sesuaikan dengan ada tema cinta-cintanya gitu. Sebenarnya tema yang beginian bukanlah genre favoritku, koleksinya pun bisa dihitung pake jari. Tapi nggak papa juga sekali-kali dech, selain memvariasikan bacaanku juga bisa menambah warna dan genre di rak buku (yang sebenarnya nggak ada raknya,heeeee).
            Paper towns ini sudah ada versi filmnya dan yang main aktris/ model dan actor favoritku. Cara Delevigne sebagai Margo Roth Spiegelman dan Quentin diperankan oleh Nat Wolff (waaaaaaaaaaaaa). Meskipun sudah tau gimana ceritanya, tapi aku tetap saja penasaran dan ingin membaca novelnya. Dan aku dapat novelnya yang ber-cover versi filmnya oleh Twentieth Century Fox. Look!!! 



Review kali ini aku buat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diskusi pada novel Paper Towns versi English yang bisa di download gratis. Yupz, gila yach, nonton filmnya udah, baca novel versi English yang gratis juga udah, tapi kok tetep ngotot beli yang versi Indonesia. Sudahlah… jadi ada 27 pertanyaan yang bisa diskusikan dengan teman yang bisa membuat kita memahami secara mendalam novel ini. Berhubung nggak ada teman diskusi jadilah cuma enam pertanyaan yang akan aku bahas di sini.

Question no. 8: Do you think Margo wants to be found? Do you think Margo wants to be found by Q?
Menurutku Margo tidak ingin ditemukan termasuk oleh Q. pertanyaan ini bisa dijawab oleh reaksi Margo saat melihat Q bersama teman-temannya menemuinya. Margo sangat terkejut dengan apa yang membawa Q ke sana.
Halaman 325: “…. Kurasa mungkin kita harus mulai dari, apa sebenarnya yang kalian lakukan di sini? à Margo
Halaman 328: “Ku pikir kau ingin kami menemukanmu.” à Q
                        “Jelas sekali aku tidak ingin itu.” à M

Question no. 21: Which philosophy of life do you most agree with: Margo’s Strings? Whitman’s Grass? Or Q’s Cracked Vessel? Why?
Di bagian-bagian akhir saat Margo dan Q berbicara berdua mereka mendiskusikan tentang bagaimana filosofi berkaitan dengan mereka masing-masinng.
Margo’s String:
Halaman 346: kalau kau memilih senar, artinya kau membayangkan dunia di mana kau bisa pecah tanpa dapat diperbaiki lagi. Tapi senar membuat penderitaan tampak lebih fatal daripada yang sebenarnya, menurutku. Kita tidak serapuh senar.
Whitman’s Grass:
Halaman 347: kalau kau memilih rerumputan, kau mengatakan kita semua terhubung, bahwa kita bisa memanfaatkan sistem akar itu bukan hanya untuk memahami satu sama lain tapi juga menjadi satu sama lain.
Tapi kita bukan tunas yang berbeda dari tumbuhan yang sama. Aku tidak bisa menjadi kau. Kau tidak bisa menjadi aku. Kau bisa membayangkan orang lain dengan baik – tapi tidak pernah dengan sempurna.
Q’s Creacked Vessel:
Halaman 347:
Seolah, kita semua berawal sebagai wadah kedap air. Dan hal-hal ini terjadi – orang-orang ini meninggalkan kita, atau tidak menyanyangi kita, atau tidak memahami kita, atau kita tidak memahami mereka, dan kita kalah, gagal, dan saling menyakiti. Dan wadah itu mulai retak di beberapa tempat. Dan baru pada saat itulah kita bisa melihat satu sama lain, karena kita memandang ke luar diri kita lewat retakan-retakan kita dan menatap orang lain melalui retakan-retakan mereka.
Aku menyukai ketiganya, sangat diriku. Maaf aku tidak bisa memilih

Question no. 18: Q’s parents describe people as “mirrors” and “windows”. What does this mean? Do you agree with this metaphor?
Halaman 232: “Semuanya masih mungkin”, kataku. Satu Margo lagi masing-masing kami – dan masing-masing hanyalah cermin bukannya jendela.
Kembali ke beberapa halaman.
Halaman 228-229:
Oleh Ayahnya Q: …,”semakin aku menyadari bahwa manusia kekurangan cermin yang bagus. Sangat sulit bagi siapa pun untuk menunjukkan kepada kita bagaimana penampilan kita, dan sangat susah bagi kita untuk menunjukkan kepada siapa pun apa yang kita rasakan.” à menjelaskan tentang jendala
Oleh Ibunya Q: … Kita mengidealisasikan mereka sebagai dewa atau mengaggap mereka sebagai binatang.” à menjelaskan tentang mirror/cermin
Oleh Q sendiri: selama ini – bukan hanya sejak dia pergi, tapi dalam kurun waktu satu decade sebelumnya – aku membayangkan dia tanpa mendengarkan tanpa mengetahui bahwa dia adalah jendela yang buruk sama seperti aku.
Kesimpulannya: mirror/cermin menggambarkan bagaimana diri kita atau orang lain adalah refleksi dari apa yang kita atau orang lain pikirkan. Jendela adalah diri kita yang sebenarnya, bahwa kita harus melihatnya ke dalam untuk tau siapa diri kita sebenarnya.
Question no. 19: Q comes to this conclusion: “Margo was not a miracle. She was not an adventure. She was not a fine and precious thing. She was a girl”. Discuss.
Berkaitan dengan jawaban pertanyaan no 18 bahwa Quentin disadarkan oleh percakapan ayah dan ibu Q tentang cermin dan jendela. Selama ini Q menganggap bahwa Marga pantas menjadi sebuah keajaiban dalam hidupnya. Semua itu hasil dari pikiran dan keyakinan yang dibentuk Q untuk Margo yang sebenarnya bahwa Margo tidak jauh berbeda dengan Q. Manusia biasa yang punya masalah seperti layaknya Q dan orang lain. “Margo was not a miracle. She was not an adventure. She was not a fine and precious thing. She was a girl”. Kata-kata ini muncul dibagian tengah novel yang berbeda dari versi film yang muncul diakhir cerita saat Q memutuskan untuk meninggalkan Margo dan pergi ke Prom untuk menemui teman-temannya. Aku lebih menyukai versi filmnya untuk satu adegan ini, sangat dramatis.
Question no. 25: The book opens with two epigraphs, a poem and a song. Why do you think the author chose these? Why do you think he chose to use them together?
“Dan setelahnya, ketika
kami pergi ke luar untuk menatap lenteranya yang selesai dibuat
dari jalan, aku berkata aku suka cara cahayanya
menerangi wajah yang muncul sekelebat dalam gelap.”
-Jack O’Latern,” Katrina Vandenberg dalam Atlas
Ini merupakan penggalan puisi yang menurutku menuntun cerita tentang jati diri manusia.
“Kata orang, teman takkan menghancurkan satu sama lain.
Tahu apa mereka soal teman?”
-”Game Shows Touch Our Lives,” The Mountain Goats
Ini merupakan penggalan lirik lagu yang menurutku menuntuk cerita tentang pertemanan.
Yach ini berkaitan dengan GB alias garis besar cerita Paper Towns yang membahas masalah Q diakhir masa SMA yang memberikan perubahan terhadap kehidupan dan prespektif dalam memandang kehidupan melalui pencarian Margo. Memahami secara mendalam tentang jati diri dan pertemanan.
Question no 27: Discuss the last line of the book, how it relates to the rest of the story, and what it ultimately says about Margo and Q’s relationship.
Q menggambarkan akhir hubungannya dengan Margo seperti senar yang putus. Artinya mereka tidak akan pernah bersama karena mereka telah memutuskan kehidupan mereka masing-masing.
Halaman 350: Kami memainkan senar putus instrument kami untuk terakhir kalinya.
OMG, I really really love and adore this John Green Novel! Mengapa aku betah membaca ini yang biasanya akan termuntah-muntah dengan cerita cinta ala-ala cinta itu buta? Karena cerita ini menurutku sangat indah dan jauh dari kevulgaran atas gembar-gembor drama percintaan ala-ala remaja. Alih-alih novel ini memberikan kita kesadaran atas diri kita dan bagaimana seharusnya kita memandang orang lain. Yupz, aku lebih memilih ini novel filosopi, wkakak, karena sedikitnya bisa mengubah cara pandangku. Setuju banget kalo kadang bahkan kita sering kita menganggap seseorang pantas kita anggap sebagai malaikat, toh mereka juga manusia sama seperti kita. Apa lagi adegan saat Q memilih untuk kembali ke kotanya di mana orang tua dan teman-temannya berada daripada pergi bersama Margo. That’s so rational. Kalau drama-drama mah pastinya Q mengorbankan keluarga dan teman-teman bahkan cita-citanya hanya seorang gadis yang ia anggap seperti dewi. But, it didn’t happen to Q’s story.

thanks ~

Senin, 25 Januari 2016

Kisah-kisah tengah Malam karya Edgar Allan Poe

Judul                     : KISAH-KISAH TENGAH MALAM
Penulis                 : EDGAR ALLAN POE
Tahun                   : 2011
Penerbit                : PT Gramedia Pustaka Utama
My Rating            : 5/5

Selamat ulang tahun untuk Edgar Allan Poe pada tanggal 19 Januari kemarin. Niatnya mau ngereview pas hari ulang tahun beliau tapi apa daya waktu tersita untuk konsentrasi ujian akhir semester. Kisah-Kisah Tengah Malam ini merupakan kumpulan dari cerita pendek karangan Edgar Allan Poe yang terkenal sebagai master gotik. Novel ini merupakan koleksi hororku pertamaku, meskipun cerita pendek di sini tidak membahas tentang sosok-sosok gentayangan tetapi cerita-ceritanya mampu membuat kita merasakan sensasi yang menegangkan. Dalam novel ini ada 13 cerita pendek, yaitu Gema Jantung yang Tersiksa, Pesan Dalam Botol, Hop-Frog, Potret seorang Gadis, Mengarungi Badai Maelstrom, Kotak Persegi Panjang, Obrolan dengan Mummy, Setan Merah, Kucing Hitam, Jurang dan Pendulum, Pertanda Buruk, Willian Wilson dan Misteri Rumah Keluarga Usher.

Dari 13 cerita pendek tersebut memiliki kisah yang berbeda. Cerita yang menjadi favoritku banget itu Misteri Rumah Keluarga Usher yang berkisah tentang seorang pria berkunjung ke rumah teman yang memiliki penyakit turunan yang aneh.
...membiarkanku masuk ke rumah, melewati lorong yang dipayungi gerbang bernuansa gothic.

Selama perjalanan itu, jantungku berdebar semakin hebat dan bulu kudukku tegak berdiri di tengkuk.

Hal lain yang kupelajari tentang kondisi mentalnya adalah ketertarikannya dengan hal-hal gaib menyangkut kediamannya. Dari caranya bercerita, aku mendapatkan kesan bahwa sudah tahunan dia tidak meninggalkan rumah tersebut karena “ditahan” oleh kekuatan gaib yang tidak bisa dijelaskan.


Gimana sih cerita-cerita ini bisa memberi sensasi ketegangan? Karena Edgar menggambarkan suasana secara mendetail, seperti pada cerita yang berjudul Jurang dan Pendulum. Cerita tersebut berkisah tentang seseorang yang tengah menghadapi hukumannya, apakah ia harus terjun ke dalam jurang yang antah berantah atau menghadapi pendulum yang begitu mengerikan.

Hukuman yang dijatuhkan untukku – hukuman mati yang mencekam – adalah satu-satunya hal terakhir kudengar.

…, memutuskan bahwa lebih baik mati daripada diteror oleh kedalaman jurang yang tak terhingga.

Aku kini telah yakin benar akan rencana yang sengaja disusun untuk menyiksaku.

Pendapatku tentang jurang yang terletak di tengah ruangan memang sudah melegenda di antara para agen penyiksa – jurang yang menyimpan begitu banyak terror dan khusus ditujukan bagi orang yang lumrahnya memiliki keberanian besar seperti diriku – jurang yang menyerupai neraka, dan dikatakan sebagai bentuk penyiksaan bagi semua setan di dunia.

Yupz, sayangnya saking detailnya seolah Edgar berbelat-belit. Tapi yang bikin aku terkagum-kagum dengan karangan Edgar ini adalah setiap endingnya bagus dan nggak ketebak. Novel ini termasuk novel yang sudah aku baca lebih dari sekali saking sukanya, sesuai sih karena aku suka banget cerita-cerita dengan genre ini.

Review Aleph karya Paulo Coelho


Judul     :Aleph
Penulis   :Paulo Coelho
Tahun     :2013
Penerbit  :PT Gramedia Pustaka Utama
My Rating : 3/5

Paper Back
Apa yang kaulakukan saat ini akan mengubah masa depan.
Memutuskan. Mengubah. Menjadi. Mencari jati diri. Melangkah. Berbuat. Bangkit. Bereksperimen. Mencapai. Menantang. Bermimpi. Menang. Menemukan. Menuntut. Berkomitmen. Berpikir. Meyakini. Menguatkan. Bertanya. Bertumbuh. Berpartisipasi. Membangkitkan kesadaran.

   Novel yang berjudul Aleph ini merupakan karangan penulis Paulo Coelho, terkenal dengan buku-bukunya yang mampu mengubah perspektif seseorang tentang kehidupan setelah membaca karyanya. Aku tertarik setelah membaca isi dari paper backnya. Benar-benar memacu minat untuk membaca buku ini.
  Novel dengan jumlah halaman sekitar 300an ini bercerita tentang seorang penulis terkenal yang melakukan perjalanan panjang dalam rangkaian acara penandatanganan dan berjumpa dengan para pembacanya. Ini merupakan tantangan ia berikan untuk dirinya sendiri yang mulai kehilangan semangat dan makna hidup. Sesuai anjuran teman, J, dan istrinya bahwa ia memerlukan sebuah perjalanan atau petualangan baru.
     Waktu yang panjang ia habiskan di kereta api, tempat acara maupun tempat menginap bersama orang yang ia belum kenal sebelumnya. Kebersamaan menjalin sebuah kedekatan. Banyak hal-hal yang menarik terjadi, termasuk perjumpaannya pada seorang gadis bernama Hilal. Seseorang yang menganggap dirinya pengagum sang penulis yang kemudian bersikeras untuk ikut dalam tour tersebut. Hilal pada awalnya dianggap sebagai pengganggu, namun kehadirannya begitu bermakna bagi sang penulis. Tepatnya saat penulis dan Hilal menemukan Aleph mereka.
   Berdasarkan kesimpulanku sih, novel Aleph ini banyak membahas tentang waktu, masa lalu, masa depan dan masa sekarang. Novel ini sangat bagus, tetapi setelah selesai membaca keseluruhannya aku juga tidak mampu memahami apa itu Aleph. Banyak pengertian yang berbeda-beda dan aku juga tidak paham apakah Aleph itu hanya sebuah ungkapan ataupun sebuah titik yang nyata. Intinya saat penulis menemukan Alephnya, ia mampu kembali atau melihat kehidupan di masa lalunya. Tokoh yang paling aku tidak sukai dalam novel ini ialah Hilal, tidak hanya di dalam novel namun sebagai pembaca aku juga merasa terganggu dengan kehadirannya. Bayangkan saja saat kita melakukan perjalanan tiba-tiba seseorang yang tidak kita kenal memaksa untuk ikut dengan dalih bahwa ia sangat penting berada dalam perjalanan tersebut. So annoying..!! Tetapi pertemuan hilal dan penulis di sini memang merupakan bagian terpenting dalam cerita ini. Penulis tersebut bernama Paulo, jadi bertanya apakah ini cerita pengalaman Paulo Coelho yang ditambah bumbu fantasi atau cuma kebetulan tokoh novel ini juga bernama Paulo.
      
Berikut kata-kata yang menarik untuk dijadikan Quote:
Page 21
Masa lalu dan masa depan hanya ada di memori kita. Namun masa sekarang berada di luar waktu.
Pergilah dan bereksperimen. Sudah waktunya kau keluar dari sini. Pergi dan taklukan kembali kerajaanmu yang mulai tercemar oleh rutinitas. Berhenti mengulang-ulang pelajaran yang sama karena kau tidak akan mempelajari hal baru dengan cara itu.

Page 25
Siapapun yang pernah kautemui akan muncul kembali, siapapun yang hilang dalam hidupmu akan kembali. Jangan khianati anugerah yang telah diberikan padamu. Pahamilah apa yang terjadi dalam dirimu dank au akan memahami apa yang terjadi dalam diri semua orang lain.

Page 37
Ia percaya pada hal yang tidak mungkin, dan untuk alasan itu, ia memenangkan pertarungan yang bagi semua orang, termasuk diriku, sudah berakhir dengan kekalahan. Itulah karakteristik yang menandai seorang pejuang: pengetahuan bahwa tekad dan keberanian tidak sama. Keberanian dapat menarik rasa takut dan kekaguman berlebihan, tapi tekad menuntut kesabaran dan komitmen.

Page 80
Hidup berarti mengalami berbagai hal, bukan hanya duduk-duduk dan memikirkan makna hidup.

Page 81
Momen kegembiraan kanak-kanak ini paling-paling hanya berlangsung lima menit, namun aku menyerap setiap detail, setiap suara, setiap aroma. Aku takkan ingat apa-apa nanti, tapi itu tidak masalah; waktu bukanlah pita kaset yang bisa digulung atau diputar ke belakang.

Page 162
Kehidupan adalah sesi latihan panjang dalam persiapan menghadapi apa yang akan terjadi. Kehidupan dan kematian kehilangan makna; yang ada hanya tantangan-tantangan untuk dihadapi dengan kebahagiaan dan ditaklukkan dengan ketenangan.