Paper towns
-john Green-
The
way figure it, everyone gets a miracle!
(Kindness-
Swinging Party : play on)
Wakakka, ngikut ala-ala Quentin di awal cerita
yang membawakan narasi tunggalnya. Selamat bulan Februari yang katanya bulan
cinta. Sorry banget ni (meminta maaf pada diri sendiri karena tidak bisa
disiplin dalam menulis) karena bulan ini ikut project dosen dan lagi
giat-giatnya ngerjakan tesis, maka review-pun tak kunjung ditulis.
Meskipun aku tidak merayakan yang
namanya “Valentine”, tapi tema bacaanku aku sesuaikan dengan ada tema
cinta-cintanya gitu. Sebenarnya tema yang beginian bukanlah genre favoritku,
koleksinya pun bisa dihitung pake jari. Tapi nggak papa juga sekali-kali dech,
selain memvariasikan bacaanku juga bisa menambah warna dan genre di rak buku (yang
sebenarnya nggak ada raknya,heeeee).
Paper towns ini sudah ada versi
filmnya dan yang main aktris/ model dan actor favoritku. Cara Delevigne sebagai
Margo Roth Spiegelman dan Quentin diperankan oleh Nat Wolff (waaaaaaaaaaaaa). Meskipun
sudah tau gimana ceritanya, tapi aku tetap saja penasaran dan ingin membaca
novelnya. Dan aku dapat novelnya yang ber-cover versi filmnya oleh Twentieth Century Fox. Look!!!
Review kali
ini aku buat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan diskusi pada novel Paper
Towns versi English yang bisa di download gratis. Yupz, gila yach, nonton
filmnya udah, baca novel versi English yang gratis juga udah, tapi kok tetep
ngotot beli yang versi Indonesia. Sudahlah… jadi ada 27 pertanyaan yang bisa
diskusikan dengan teman yang bisa membuat kita memahami secara mendalam novel
ini. Berhubung nggak ada teman diskusi jadilah cuma enam pertanyaan yang akan
aku bahas di sini.
Question no. 8: Do you think
Margo wants to be found? Do you think Margo wants to be found by Q?
Menurutku Margo tidak ingin
ditemukan termasuk oleh Q. pertanyaan ini bisa dijawab oleh reaksi Margo saat
melihat Q bersama teman-temannya menemuinya. Margo sangat terkejut dengan apa
yang membawa Q ke sana.
Halaman 325: “…. Kurasa
mungkin kita harus mulai dari, apa sebenarnya yang kalian lakukan di sini? à
Margo
Halaman 328: “Ku pikir kau
ingin kami menemukanmu.” à Q
“Jelas sekali aku tidak ingin itu.” à M
Question
no. 21: Which philosophy of life do you most agree with: Margo’s Strings?
Whitman’s Grass? Or Q’s Cracked Vessel? Why?
Di
bagian-bagian akhir saat Margo dan Q berbicara berdua mereka mendiskusikan tentang
bagaimana filosofi berkaitan dengan mereka masing-masinng.
Margo’s
String:
Halaman
346: kalau kau memilih senar, artinya kau membayangkan dunia di mana kau bisa
pecah tanpa dapat diperbaiki lagi. Tapi senar membuat penderitaan tampak lebih
fatal daripada yang sebenarnya, menurutku. Kita tidak serapuh senar.
Whitman’s
Grass:
Halaman
347: kalau kau memilih rerumputan, kau mengatakan kita semua terhubung, bahwa
kita bisa memanfaatkan sistem akar itu bukan hanya untuk memahami satu sama
lain tapi juga menjadi satu sama lain.
Tapi
kita bukan tunas yang berbeda dari tumbuhan yang sama. Aku tidak bisa menjadi
kau. Kau tidak bisa menjadi aku. Kau bisa membayangkan orang lain dengan baik –
tapi tidak pernah dengan sempurna.
Q’s
Creacked Vessel:
Halaman
347:
Seolah,
kita semua berawal sebagai wadah kedap air. Dan hal-hal ini terjadi – orang-orang
ini meninggalkan kita, atau tidak menyanyangi kita, atau tidak memahami kita,
atau kita tidak memahami mereka, dan kita kalah, gagal, dan saling menyakiti. Dan
wadah itu mulai retak di beberapa tempat. Dan baru pada saat itulah kita bisa
melihat satu sama lain, karena kita memandang ke luar diri kita lewat
retakan-retakan kita dan menatap orang lain melalui retakan-retakan mereka.
Aku
menyukai ketiganya, sangat diriku. Maaf aku tidak bisa memilih
Question no. 18: Q’s parents
describe people as “mirrors” and “windows”. What does this mean? Do you agree
with this metaphor?
Halaman 232: “Semuanya masih
mungkin”, kataku. Satu Margo lagi masing-masing kami – dan masing-masing
hanyalah cermin bukannya jendela.
Kembali ke beberapa halaman.
Halaman 228-229:
Oleh Ayahnya Q: …,”semakin
aku menyadari bahwa manusia kekurangan cermin yang bagus. Sangat sulit bagi
siapa pun untuk menunjukkan kepada kita bagaimana penampilan kita, dan sangat
susah bagi kita untuk menunjukkan kepada siapa pun apa yang kita rasakan.” à
menjelaskan tentang jendala
Oleh Ibunya Q: … Kita
mengidealisasikan mereka sebagai dewa atau mengaggap mereka sebagai binatang.” à
menjelaskan tentang mirror/cermin
Oleh Q sendiri: selama ini –
bukan hanya sejak dia pergi, tapi dalam kurun waktu satu decade sebelumnya –
aku membayangkan dia tanpa mendengarkan tanpa mengetahui bahwa dia adalah
jendela yang buruk sama seperti aku.
Kesimpulannya: mirror/cermin
menggambarkan bagaimana diri kita atau orang lain adalah refleksi dari apa yang
kita atau orang lain pikirkan. Jendela adalah diri kita yang sebenarnya, bahwa
kita harus melihatnya ke dalam untuk tau siapa diri kita sebenarnya.
Question no. 19: Q comes to
this conclusion: “Margo was not a miracle. She was not an adventure. She was
not a fine and precious thing. She was a girl”. Discuss.
Berkaitan dengan jawaban
pertanyaan no 18 bahwa Quentin disadarkan oleh percakapan ayah dan ibu Q
tentang cermin dan jendela. Selama ini Q menganggap bahwa Marga pantas menjadi
sebuah keajaiban dalam hidupnya. Semua itu hasil dari pikiran dan keyakinan
yang dibentuk Q untuk Margo yang sebenarnya bahwa Margo tidak jauh berbeda
dengan Q. Manusia biasa yang punya masalah seperti layaknya Q dan orang lain. “Margo was not a miracle. She was not an
adventure. She was not a fine and precious thing. She was a girl”. Kata-kata
ini muncul dibagian tengah novel yang berbeda dari versi film yang muncul
diakhir cerita saat Q memutuskan untuk meninggalkan Margo dan pergi ke Prom
untuk menemui teman-temannya. Aku lebih menyukai versi filmnya untuk satu
adegan ini, sangat dramatis.
Question
no. 25: The book opens with two epigraphs, a poem and a song. Why do you think
the author chose these? Why do you think he chose to use them together?
“Dan setelahnya, ketika
kami pergi ke luar untuk
menatap lenteranya yang selesai dibuat
dari jalan, aku berkata aku
suka cara cahayanya
menerangi wajah yang muncul
sekelebat dalam gelap.”
-Jack O’Latern,” Katrina Vandenberg dalam
Atlas
Ini
merupakan penggalan puisi yang menurutku menuntun cerita tentang jati diri
manusia.
“Kata orang, teman takkan
menghancurkan satu sama lain.
Tahu apa mereka soal teman?”
-”Game Shows Touch Our Lives,” The Mountain
Goats
Ini
merupakan penggalan lirik lagu yang menurutku menuntuk cerita tentang
pertemanan.
Yach
ini berkaitan dengan GB alias garis besar cerita Paper Towns yang membahas
masalah Q diakhir masa SMA yang memberikan perubahan terhadap kehidupan dan
prespektif dalam memandang kehidupan melalui pencarian Margo. Memahami secara
mendalam tentang jati diri dan pertemanan.
Question
no 27: Discuss the last line of the book, how it relates to the rest of the
story, and what it ultimately says about Margo and Q’s relationship.
Q
menggambarkan akhir hubungannya dengan Margo seperti senar yang putus. Artinya mereka
tidak akan pernah bersama karena mereka telah memutuskan kehidupan mereka
masing-masing.
Halaman
350: Kami memainkan senar putus instrument kami untuk terakhir kalinya.
OMG, I
really really love and adore this John Green Novel! Mengapa
aku betah membaca ini yang biasanya akan termuntah-muntah dengan cerita cinta
ala-ala cinta itu buta? Karena cerita ini menurutku sangat indah dan jauh dari
kevulgaran atas gembar-gembor drama percintaan ala-ala remaja. Alih-alih novel
ini memberikan kita kesadaran atas diri kita dan bagaimana seharusnya kita
memandang orang lain. Yupz, aku lebih memilih ini novel filosopi, wkakak,
karena sedikitnya bisa mengubah cara pandangku. Setuju banget kalo kadang
bahkan kita sering kita menganggap seseorang pantas kita anggap sebagai
malaikat, toh mereka juga manusia sama seperti kita. Apa lagi adegan saat Q
memilih untuk kembali ke kotanya di mana orang tua dan teman-temannya berada
daripada pergi bersama Margo. That’s so
rational. Kalau drama-drama mah pastinya Q mengorbankan keluarga dan
teman-teman bahkan cita-citanya hanya seorang gadis yang ia anggap seperti
dewi. But, it didn’t happen to Q’s story.
thanks ~